Siapa klik dia orang yang mulia...

Friday, April 15, 2011

Wanita haid masuk masjid...

BismilLah al-Rahman al-Rahim



Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan Ahli Ilmu, ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.
Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi membawakan dalil daripada kedua belah pihak dan kemudian dia merajihkan/menguatkan pendapat yang membolehkan wanita haid masuk ke masjid. Berikut ini dalil-dalilnya :

Dalil Yang Membolehkan :

1) Al Bara’ah Al Ashliyyah, maknanya tidak ada larangan untuk masuk ke masjid.

2) Bermukimnya wanita hitam yang biasa membersihkan masjid, di dalam masjid, pada masa Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam. Tidak ada keterangan bahawasannya Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam memerintahkan dia untuk meninggalkan masjid ketika masa haidnya, dan haditsnya terdapat di dalam Shahih Bukhari.

3) Sabda Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam kepada Aisyah radhiallahu ‘anha yang di datangi haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam :

“Lakukanlah apa yang diperbuat oleh seorang yang berhaji kecuali jangan engkau Thawaf di Ka’bah.” (HR. Bukhari nombor 1650)

Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam tidak melarang Aisyah untuk masuk ke masjid dan sebagaimana jamaah haji boleh masuk ke masjid maka demikian pula wanita haid (boleh masuk masjid).

4) Sabda Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam :
“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” (HR. Bukhari nombor 283 dan Muslim nombor 116 Kitab Al Haid)

5) Atha bin Yasar berkata : “Aku melihat beberapa orang daripada shahabat Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam duduk di masjid dalam keadaan mereka junub apabila mereka telah berwudhu seperti wudhu shalat.” (Dikeluarkan oleh Said bin Manshur dalam Sunan-nya dan isnadnya hasan)

Maka sebahagian ulama mengkiaskan junub dengan haid. Mereka yang membolehkan juga berdalil dengan keberadaan ahli shuffah yang bermalam di masjid. Di antara mereka tentunya ada yang mimpi basah dalam keadaan tidur. Demikian pula bermalamnya orang-orang yang i’tikaf di masjid, tidak menutup kemungkinan di antara mereka ada yang mimpi basah hingga terkena janabah dan di antara wanita yang i’tikaf ada yang haid.

Dalil Yang Melarang :

1) Firman Allah Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” (An Nisa’ : 43)
Mereka mengatakan bahawa yang dimaksud dengan kata shalat’ dalam ayat di atas adalah tempat-tempat shalat, berdalil dengan firman Allah Ta’ala :

” nescaya akan runtuh tempat-tempat ibadah ruhban Nasrani, tempat ibadah orang umum dari Nasrani, shalawat, dan masjid-masjid.” (Al Hajj : 40)

Mereka berkata : “((Akan runtuh shalawat)) maknanya ((akan runtuh tempat-tempat shalat)).”

Di sini mereka mengkiaskan haid dengan junub. Namun kata Asy Syaikh Mushthafa : “Kami tidak sepakat dengan mereka kerana orang yang junub dapat segera bersuci sehingga di dalam ayat ini ada anjuran untuk bersegera dalam bersuci, sedangkan wanita yang haid tidak dapat berbuat demikian.”

2) Sabda Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam kepada para wanita ketika beliau memerintahkan mereka untuk keluar ke tanah lapangan pada saat shalat Ied. Beliau menyatakan :
“Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” (HR. Bukhari nombor 324)

Jawapan atas dalil ini adalah bahawa yang dimaksud dengan mushalla’ di sini adalah shalat’ itu sendiri, yang demikian itu kerana Nabi Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya shalat Ied di tanah lapang, bukan di masjid dan sungguh telah dijadikan bumi seluruhnya untuk ummat ini sebagai masjid (tempat shalat).

3) Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam mendekatkan kepala beliau kepada Aisyah yang berada di luar masjid ketika beliau sedang berada di dalam masjid, hingga Aisyah dapat menyisir beliau dan ketika itu Aisyah sedang haid.
Jawapan ke atas dalil ini adalah tidak ada di dalamnya larangan secara jelas bagi wanita haid untuk masuk ke dalam masjid. Sementara di masjid itu sendiri banyak kaum lelaki dan Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wa Sallam tentu tidak suka mereka sampai melihat istri beliau.

4) Perintah-perintah yang ada untuk membersihkan masjid dari kotoran-kotoran. Dalam hal ini juga tidak ada larangan yang tegas bagi wanita haid. Yang jelas selama wanita haid tersebut aman dari kemungkinan darahnya mengotori masjid, maka tidak apa-apa ia duduk di dalam masjid.

5) Hadits yang lafadhnya :
“Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” (HR. Abu Daud 1/232, Baihaqi 2/442. Didhaifkan di dalam Al Irwa’ 1/124)
Namun hadits ini dhaif (lemah) kerana ada rawi bernama Jasrah bintu Dajaajah.
“Sebagai akhir” , kata Asy Syaikh Mushthafa, “kami memandang tidak ada dalil yang shahih yang tegas melarang wanita haid masuk ke masjid, dan berdasarkan hal itu boleh bagi wanita haid masuk masjid atau berdiam di dalamnya.” (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/191-195, dengan sedikit ringkasan)

Rujukan:

Larangan-larangan Seputar Wanita Haid, artikel Majalah As Sunnah 01/ IV/ 1420-1999, Abu Sholihah Muslim al Atsari.
Jami’ Ahkamin Nisa’, Syaikh Musthofa al ‘Adawi.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Adziim (Terj. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8), Ibnu Katsir
Al Qur’an mengenai Tahap-tahap Perkembangan Janin:

Dalam Al Qur’an, Yang Maha Kuasa berbicara mengenai tahap-tahap perkembangan janin:

"Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati(yang berasal dari) tanah. Kemudian Kami jadikansaripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikanalaqah (lintah, sesuatu yang tergantung, dan segumpaldarah), lalu alaqah itu Kami jadikan mudghah (barangyang dikunyah)... " (Al Qur’an, 23:12-14)

Secara harfiah, kata alaqah memiliki tiga arti: (1) lintah, (2) sesuatu yang tergantung, dan (3) gumpalan darah.

Bila kita membandingkan antara lintah dengan janin pada tahap alaqah, kita akan menemukan kemiripan di antara keduanya2 sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Selain itu, janin pada tahap inimemperoleh makanan dari darah induknya,yang mirip dengan cara lintah memperoleh makanan dengan mengisap darah dari makhluk lain.




Arti alaqah yang ketiga adalah “sesuatu yang tergantung.” Hal ini tampak dalam Gambar 2 dan 3, yakni tergantungnya janin di dalamrahim induknya selama tahap alaqah.Terakhir, alaqah berarti “segumpal darah”. Penemuan menunjukkan bahwa tampilan luar janin dan kantungnya pada tahap alaqah miripdengan segumpal darah. Ini karena dalam janin terdapat darah dalam jumlah yang besar selama tahap ini (Lihat Gambar 4). Selain itu,darah dalam janin tidak mengalir hingga akhir minggu ketiga.2 Karena itu, janin pada tahap ini mirip dengan segumpal darah.


Dengan demikian, ketiga arti kata alaqah bersesuaian secara tepat dengan uraian mengenai janin pada tahap alaqah.Tahap berikutnya sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut adalah tahap mudghah. Mudghah dalam bahasa Arab berarti“barang yang dikunyah.” Jika kita ambil sepotong permen karet dan mengunyahnya, kemudian membandingkannya dengan janin padatahap mudghah, kita pasti akan berkesimpulan bahwa tampilan janin pada tahap mudghah mirip dengan sesuatu yang dikunyah. Hal inikarena adanya somite di bagian belakang janin yang “mirip dengan bekas gigitan pada barang yang dikunyah.”(Lihat Gambar 5 dan 6).Bagaimana mungkin Muhammad mengetahui semua hal ini 1400 tahun yang lalu, sementara para ilmuwan baru dapat menemukanhal tersebut belum lama ini dengan peralatan mutakhir dan mikroskop yang sangat peka yang tidak ada waktu itu? Hamm dan Leeuwenhoek dalah ilmuwan pertama yang mengamati sel sperma (spermatozoa) menggunakan mikroskop yang dipertajam pada 1677 M (lebih 1000tahun setelah datangnya Muhammad SAW). Mereka secara keliru menganggap sel sperma berisi bakal manusia yang membesar ketika ditempatkan dalam rahim.

Profesor Emeritus Keith L. Moore2 adalah salah seorang ilmuwan dunia terkemuka dalam bidang anatomi dan embriologi dan pengarangbuku The Developing Human, yang telah diterjemahkan ke dalam delapan bahasa. Buku ini merupakan karya referensi ilmiah yang pernahdipilih oleh suatu komite khusus di Amerika Serikat sebagai buku terbaik yang ditulis oleh seorang ilmuwan. Dr. Keith Moore adalah ProfessorEmeritus Anatomi dan Biologi Sel di University of Toronto, Toronto, Kanada.

Di sana, beliau menjabat sebagai Associate Dean untuk IlmuilmuMurni di Fakultas Kedokteran dan selama 8 tahun menjabat sebagai Ketua Jurusan Anatomi. Pada 1984, beliau menerima penghargaanpaling bergengsi dalam bidang anatomi di Kanada, the J.C.B. Grant Award, dari Asosiasi Ilmuwan Anatomi Kanada. Beliau memimpinbanyak organisasi keilmuwan internasional, termasuk Asosiasi Ilmuwan Anatomi Kanada dan Amerika Serikat serta Dewan Perhimpunan IlmuilmuBiologi. (The Canadian and American Association of Anatomists and the Council of the Union of Biological Sciences.)

Pada tahun 1981, dalam Konferensi Medis Ketujuh di Dammam, Arab Saudi, Profesor Moore mengatakan: “Saya sangat berbahagia dapat memberi penjelasan atas pernyataan-pernyataan dalam Al Qur’an mengenai tahap-tahap perkembangan janin manusia. Jelas bagi sayabahwa pernyataan-pernyataan tersebut pasti diterima oleh Muhammad dari Allah, karena hampir seluruh pengetahuan mengenai hal ini tidakpernah ditemukan hingga abad-abad terakhir ini.

Hal ini merupakan bukti bagi saya bahwa Muhammad pasti seorang utusan Allah.
”Selanjutnya, saat seorang penanya mengajukan pertanyaan berikut:“Apakah ini berarti anda percaya bahwa Al Qur’an itu firman Allah?”

Profesor Moore menjawab: “Sama sekali tidak sulit bagi saya menerima hal itu.”

Dalam suatu konferensi, Profesor Moore menyatakan:
“...Karena tahap-tahap perkembangan janin manusia cukup kompleks, yangdisebabkan oleh proses perubahan yang terus terjadi selama tahap perkembangan, kami mengusulkan agar disusun sistem klasifikasi baruberdasarkan istilah-istilah yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah(ucapan, tindakan dan persetujuan Nabi Muhammad SAW). Sistemyang diusulkan ini bersifat sederhana, lengkap dan sesuai dengan pengetahuan embriologi mutakhir. Kajian intensif atas Al Qur’andan hadits (yang berupa catatan yang terpercaya dari para Sahabat mengenai apa yang Nabi Muhammad SAW ucapkan, lakukan dan setujui)dalam empat tahun terakhir mengungkapkan suatu sistem klasifikasi tahap perkembangan janin yang mengagumkan, karena hal itu tercatatsejak abad VII Masehi. Meskipun Aristoteles, pendiri ilmu embriologi, menyadari embrio ayam berkembang dalam tahap-tahap tertentu dalampenelitian yang dilakukannya terhadap telur ayam pada abad keempat sebelum Masehi, ia tidak memberikan rincian mengenai tahap-tahap ini.Sejauh pengetahuan manusia mengenai sejarah embriologi hingga abad kedua puluh, hanya sedikit sekali yang diketahui mengenai tahap-tahapdan klasifikasi perkembangan janin. Berdasar pemikiran ini, uraian mengenai janin manusia dalam Al Qur’an tidak mungkin didasarkan ataspengetahuan ilmiah abad VII. Satu-satunya kesimpulan yang mungkin adalah bahwa semua uraian ini diwahyukan kepada Muhammad olehAllah. Beliau tidak mungkin mengetahui rincian seperti itu karena beliau adalah seorang yang ummi (tidak bisa membaca) dan tidakpernah sama sekali mengenyam pendidikan ilmiah.”

from : buku "A Brief Illustrated Guide To Understanding Islam"


Apa ranking?

Check Page Rank of any web site pages instantly:
  
This free page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service